assalamuikum
hai bro, apa kabar ?
sudah lama tak berjumpa, alhamdulillah setelah sibuk
sibuknya menata hati sebagai mahasiswa semester 5 pend. biologi yang katanya
paling neraka di banding semester lainya akhirnya saya diberi kesempatan untuk
menulis lagi bagian kecil dari sebuah kehidupan.
ini berkiatan dengan kabar baik dari ip semester ini,
alhamdulillah dengan usaha keras dan doa orang tua pastinya saya mendapatkam ip
yang cukup memuaskan dan dapat mendongkrak ipk saya, berbicara tentang ipk
pastilah tak jauh dari sebuah subyak yang tak asing lagi yang mewarnai dunia
dengan aksi aksi yang menurut saya begitulah. tak lain tak bukan mahasiswa.
Sebelumnya saya meminta maaf kepada semua pihak
terkait jika argument saya bertentangan dengan kalian.bermula dari sebuah
peryataan "
“ Mahasiswa"
kerjanya demo, kritik, menyalahkan pemerintah,
selebihnya nol!”
" Mahasiswa"
“Malas ah aksi jalanan mulu…toh percuma juga, gak
bakal didengar pemerintah…..”
“Mending kita belajar yang bener, bangun bangsa dengan
prestasi kita…”
“Buat apa aksi turun ke jalan, aksi intelektual, aksi
pengabdian ke masyarakat? Toh negeri ini masih saja seperti ini, kita gak punya
power, legitimasi…percuma!!!”
bukan
bermaksud menyindir seseorang , ini kehidupan mahasiswa yang saya
termukan saat ini, belum lagi dengan embel embel partai X yang selalu di agung
agungkan atas nama yang keadilan kemakmuran bahkan ada yang menyrempet
ketuhanan yang saya tidak tahu apa maksudnya, mengapa mahasiswa meski
dilibatkan, biarlah urusan partai politik meraka saja, apa tugas mahasiswa jadi
bin ?? "MENGAWASI" mahasiswa seharusnya independent terhadap partai
politik mana pun. Itu menurut saya, dan saya punya hak bicara. Cukup untuk yang
ini ,sebenarnya masih banyak unek-unek saya yang mau saya tuangkan, tapi
biarlah.
berkaitan
kedua pernyataan diatas ada menarik kita bahas, Hai kamu mahasiwa, pragmatiskah
kamu ?? atau idealiskah kamu ??
Pragmatis atau idealis sebetulnya adalah permasalahan
klise. Sebetulnya, apakah yang disebut dengan pragmatis itu sendiri dan apakah
idealis itu sendiri? Kadang-kadang kita melihat salah satu sikap dan jadi
melabeli mereka dengan hal itu. Tapi, di sisi lain, mereka bersikap sebaliknya.
Sebagai contoh yang marak adalah seorang mahasiswa
yang terkenal sebagai aktivis mahasiswa, membawa nama rakyat kecil, turun ke
jalan, menjembatani kepentingan rakyat dengan penguasa, dan sederet aktivitas
sosial lainnya, tetapi begitu ia lulus, ia pun bekerja di perusahaan besar,
entah itu perusahaan nasional atau malah asing. Jika perusahaan asing,
siap-siap saja kata-kata cibiran muncul dari teman-teman seperjuangan di masa
kuliah. Mereka akan serta merta mencap sebagai pragmatis. Mahasiswa idealis
yang berubah menjadi pragmatis begitu lulus kuliah.
Contoh
lainnya adalah kebalikan dari itu. Seorang mahasiswa yang dari awal pragmatis,
mentargetkan lulus kuliah cepat, dengan IPK tinggi, dan mengantongi beragam
sertifikat dari berbagai organisasi, begitu lulus langsung bekerja, bila
nyantol di perusahaan besar lebih baik, tapi jika tidak lompat-lompat dari satu
tempat ke tempat lain tidak buruk, lalu bekerja keras mencapai level yang lebih
tinggi di perusahaan, menikah, lalu punya anak dan hidup sejahtera. Itu semua
adalah rencana hidupnya, tapi begitu ia merasakan bekerja di perusahaan besar,
tiba-tiba ia menjadi berpikir: sebenarnya untuk apa aku hidup? Untuk apa aku
bekerja? Apakah semata karena kesejahteraan? Akhirnya ia pun bisa menuju jalan
yang berbalik arah, ia memilih bekerja sosial yang tidak dibayar pun tidak
apa-apa. Kalau orang bilang, mahasiswa tipe ini adalah mahasiswa pragmatis yang
menjadi idealis
Contohnya ulasan yang saya dapat dari beberapa
mahasiswa terhadap “pragmatisme mahasiswa modern” dan “Idealisme
sebagai mahasiswa modern” adalah sebagai berikut:
PRAGMATISME MAHASISWA MODERN
|
IDEALISME SEBAGAI MAHASISWA MODERN
|
1. Secara pragmatis mahasiswa harus mendapatkan
nilai bagus, lulus cepa dan berdasarkan keinginan orantua/ peningkat derajat
sampai pelengkap gengsi.2. Bahwa pragmatisme itu penting dalam kehidupan
sosial tetapi bukan pada pengertian pragmatisme “egoisme”.3. Secara tahap
perkembangan era global sepreti ini pragmatis terhadap keadaan sosial
menjadikan efek negative yang diperoleh, layaknya, kehidupan menuntut untuk
cepat dan instant, kemudia “Modernis” konteks hubungan sosial masyarakat.
|
1. Idealisme menurut mereka harus memiliki dasar
pemikiran terhadap perilaku, peran dan fungsi sebagai mahasiswa yaitu “agent
of changes”. Jadi pragmatisme mahasiswa terhadap perkembangan sosial
masyarakat harus di imbangi dengan idealisme mahasiswa sebagai agen
perubahan, artinya tidak hanya menunjukkan idealism untuk merubah tetapi
sifat dalam pandangan pragmatisnya lebih menekankan egoisme dan kepentingan
saja (berimbang).2. Penggunaan idealisme harus realistis dan rasional terhadap
interaksi sosial dan tumbuh kembang disegala bentuk kehidupan sosial,
pengertinya ada pada bagaimana mahasiswa mengaplikasikan ilmu yang didapat
dari bangku kuliah untuk berinteraksi ke masyarakat secara real/ nyata. Tentu
dengan melihat keadaan sekitar, bukan berorientasi pada tujuan tertentu.3.
Sedangankan idealisme dalam ruang lingkup akademis, masih terkungkung pada
pragmatisme sebatas interaksi sosial mereka, pertemanan, golongan,
organisasi, atau bisa di katakana idealisme ikut-ikutan. Contohya tanpa
melihat esensi yang diusung (hanya ingin ikut eksis).
|
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa idealisme
mahasiswa di era modern ini berpaku pada kebutuhan diri masing-masing, dengan
pandangan pragmatisme semata dalam melihat perkembangan dan persaingan di era
global ini. Menjadi seorang mahasiswa hanyalah menuntut eksistensi diri secara
akademis dan non akademis, sangatlah tidak seimbang ketika terjun kemasyarakat
nantinya karena ilmu yang didapat tidak menguraikan/ mengaplikasikan kemampuan
secara verbal terhadap masyrakat, bukankah mahasiswa dengan idealisme sebagai agent
of changes membutuhkan karakter yang bagus dari pendidikan bangku kuliah,
namun nyatanya hanya berbalik pada tujuan dan kebutuhan diri secara pragmatis
saja
Apakah menjadi pragmatis itu buruk? Apakah menjadi
idealis lebih baik? Sesungguhnya menjadi pragmatis atau idealis adalah
tergantung situasi. Masalahnya adalah di mana orang itu bersikap idealis dan di
mana ia bersikap pragmatis. Mahasiswa mungkin tidak benar-benar menjadi pragmatis
atau benar-benar menjadi idealis. Kedua sikap tersebut meski terdengar
bertentangan, tapi bisa saja ada dalam diri orang yang sama.itulah kenyatanya
dilapangn cobalah bercermin inikah saya ?? ( buat gua juga sih)
Kembali ke semester 1 ketika saya menjadi mahasiswa
baru, saya temui berbagai macam tipe watak dari kakak tingkat , dan saya diam
diam mengawasi tindak tanduknya, dan hipotesa benar, apel yang manis terkadang
diberi pemanis buatan (eh jadi inget stroberi yang di tangkupan perahu dikasih
pemanis buatan, anak biologi dibohongin... huhu gak mempan)
yang saya temui di lapangan mahasiswa sudah digiring
untuk menjadi pragmatis sejak masa awal menjadi mahasiswa. Dalam
seminar-seminar atau acara-acara penyambutan mahasiswa baru tak jarang
dihadirkan senior yang sukses secara material. Pernah dihadirkan orang yang
suka demo, membantu negosiasi biaya masuk mahasiswa miskin, atau mahasiswa
sejenis itu? Kalau mahasiswa jenis itu tidak punya prestasi yang bisa
dibanggakan selain demo-demo, jangan harap mereka bisa duduk di bangku
kehormatan menyambut mahasiswa baru. Tidak hanya di dalam acara penyambutan
mahasiswa baru, di setiap kuliah, setiap dosen mendorong mahasiswanya agar
berprestasi secara akademik, secara organisasi, dan bekerja dengan baik, mencapai
karir tinggi. Dosen-dosen mendengungkan hal itu, hidup enak dan kesuksesan
secara material. Tak jarang mereka pun menghina yang berdemo, mengatai yang
suka demo nilainya jelek,mengecewakan orangtua, tidak berguna untuk masa depan
dan pandangan negatif lainnya. Hal ini bisa ditemui tidak hanya di fakultas
yang mahasiswanya jarang berdemo, tapi juga di fakultas lain, walaupun
intensitasnya lebih sedikit, tentu saja.
Kesempurnaan bukan milik manusia. Hak
itu telah dipatenkan sang pencipta. Manusia hanya diberi ruang untuk selalu
menambah setiap kurang yang ada di dunia. Proses pencapaian ke bilik
kesempurnaan akan selalu terhenti di batas yang hakekatnya tak terbatas.
dari berbagai sumber dengan pengubahan
seperlunya
http://ryzaamirethi.blogspot.com/2011/02/idealis-vs-pragmatis.html
http://ryzaamirethi.blogspot.com/2011/02/idealis-vs-pragmatis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar